Langsung ke konten utama

Hoax : Melek Teknologi Yang Tak Diimbangi Oleh Budaya Literasi



Semakin pesatnya perkembangan teknologi membuat kita semakin bebas menyuarakan pendapat. Kita hanya perlu klik, ketik dan upload, tulisan kita akan langsung dibaca oleh banyak orang. Bahkan, hal itu membuat dunia maya dan nyata hampir tidak ada pembedanya. Jadi apa yang terjadi di dunia maya akan berdampak di dunia nyata, begitupun sebaliknya. 

Menurut Kementerian Kominfo Republik Indonesia, pengguna internet di Indonesia mencapai 54 persen atau 143 juta dari 265 juta jiwa penduduk Indonesia. Bahkan, Indonesia masuk dalam daftar lima negara pecandu internet di dunia. Dalam sehari, penduduk Indonesia menghabiskan waktu 8 jam 36 menit untuk berinternet. Sungguh fakta yang mengejutkan bukan ? Hal ini menunjukkan bila internet sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat kita.

 Bahkan bisa saja dengan berjalannya waktu akan menjadi pandangan hidup masyarakat kita. Apalagi sekarang sedang maraknya hoax. Ditengah banyaknya informasi yang berlalu-lalang, hoax hampir pasti ada disitu. Biasanya konten-konten hoax berisi provokasi, propaganda, perpecahan hingga ujaran kebencian. Konten hoax sangat mudah kita temui di dunia maya yang sangat bebas ini. Keadaan ini semakin diperparah oleh masyarakat kita yang hanya mencari instannya saja, mereka tidak mau mencari tahu kebenaran dari isi berita tersebut. Selain itu, tingkat pendidikan dan wawasan orang menjadi pengaruh cara mereka berinternet. 

Apalagi sampai saat ini belum ada standar yang jelas untuk membedakan berita hoax dengan berita asli. Bisa saja bila tidak teliti, kita akan oleh berita asli yang ternyata hoax. Menteri propaganda pada zaman Adolf Hitler, Paul Joseph Goebbels mengatakan bahwa menyebarkan kebohongan secara berulang-ulang kepada masyarakat akan membuat masyarakat menjadi percaya dan kebohongan yang paling besar adalah kebenaran yang diubah sedikit saja. Maka dari itu, sebelum meng-share sebuah berita alangkah lebih baiknya kita baca dan klarifikasi terlebih dahulu. Karena share yang kita lakukan secara terus-menerus terhadap berita hoax akan menjadikan masyarakat menjadi yakin akan kebenaran dari berita hoax tersebut. Waspadalah! 

Budaya Literasi 

Tidak hanya di dalam dunia nyata saja, budaya literasi juga sangat penting di dunia maya. Sebab, dengan literasi ini kita dapat menyelamatkan diri dari berita hoax. Budaya literasi disini tidak hanya menulis dan membaca saja, melainkan juga kemampuan kita untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Hal ini ditujukan agar masyarakat (konsumen media) menjadi sadar (melek) tentang cara media dibuat dan diakses. 

Namun, fakta yang terjadi di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu. Penelitian yang berjudul "Most Littered Nation In the World" ini, menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan minat baca masyarakat terendah kedua setelah Bostwana. Indonesia sendiri berada di peringkat 60, dibawah Thailand dan diatas Bostwana. 

Betapa mirisnya posisi Indonesia dalam hal minat baca dibanding dengan negara-negara lain. Hal ini jelas berbahaya bagi Indonesia, karena dapat dikatakan Indonesia saat ini sedang darurat literasi. Bahkan, keadaan ini akan berdampak terhadap masa depan Indonesia nantinya. Sebab, awal dari kekerasan, perpecahan, dan disintegrasi kebangsaan adalah minimnya literasi. Pesatnya kenaikan pengguna internet tiap tahun yang tidak diimbangi oleh budaya literasi yang kuat akan njomplang. Saat ini, internet sudah menjadi rumah kedua selain di dunia nyata. Namun yang terjadi, dunia maya tidak sepenuhnya aman. Bila kita tidak waspada, bisa saja kita akan terjebak dan tersesat di dunia maya.

 Oleh sebab itu, mulai sekarang kita harus berbenah dan berubah. Mulai dari diri sendiri dengan membiasakan diri membaca buku, minimal satu buku seminggu. Tidak hanya itu, pemerintah juga ikut berperan dengan menyediakan buku-buku untuk masyarakat yang kurang mampu. Orang tua juga harus membiasakan anak untuk membaca buku sejak dini. Jika ingin peradaban Indonesia tetap eksis, mari kita kejar ketertinggalan literasi dari negara lain.

 Penulis: Reza Firnanto (Anggota Magang LPM Suaka Unikal) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

[Opini Publik] Berikan Aspirasi Tanpa Anarki

Demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara. Hak itu dijamin oleh undang undang dan dijunjung tinggi dalam demokrasi. Demonstrasi hadir karena ada kegelisahan publik yang tidak terjawab oleh kebijakan. Ia adalah ruang menyuarakan, ruang mendebat, ruang mendesak agar wakil rakyat benar benar mendengar. Namun apa yang terjadi di Kota Pekalongan pada Sabtu (30/08/2025) justru menjadi ironi. Gedung DPRD yang mestinya menjadi rumah aspirasi dibakar dan dijarah oleh massa yang kehilangan kendali. Kronologi mencatat bahwa pada pukul (12:10) sekelompok massa yang kebanyakan remaja bahkan pelajar langsung menyerbu area kantor Setda dan gedung DPRD. Tidak ada orasi yang menggema, tidak ada dialog yang muncul. Yang ada hanyalah perusakan dan pembakaran. Kursi-kursi di ruang rapat ditumpuk lalu disulut api. Dari luar gedung terlihat asap mengepul dan api kian membesar. Aparat pemadam kebakaran kesulitan masuk karena situasi yang tidak terkendali. Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto ...

[Opini] Menteri Keuangan Bicara Gaji Guru, Publik Bertanya Dimana Hatinya?

Beberapa waktu lalu, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang gaji guru kembali memantik perbincangan publik. Beliau menyinggung bahwa tidak semua hal harus ditanggung negara. Ucapan ini cepat menyebar di media sosial, memunculkan berbagai reaksi, mulai dari kritik keras hingga pembelaan. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, ada satu pertanyaan yang menggantung di kepala banyak orang: “Benarkah gaji guru kita sudah layak?”