Langsung ke konten utama

Cerpen Satu Buku


Aku menghela napas melihat jam dinding di ruang kelas yang sunyi dan hanya ada satu suara, yaitu suara guru matematika yang sangat menyebalkan. Guru yang selalu memberi tugas dengan segudang pertanyaan di kelas sebagai hukuman jika tertidur dikelas. Melihat banyaknya rumus membuatku sangat malas dan ingin tidur di kelas. Aku selalu berpikir bahwa sekolah adalah neraka bagi setiap anak di dunia, tidak berguna dan hanya membuang waktu. Aku pikir hidup akan lebih baik jika anak diseluruh dunia tidak bersekolah.

Ketika bel pulang sekolah terdengar, itulah hal yang sangat menggembirakan bagiku. Hal  yang sudah kutunggu–tunggu sejak pukul 07.00 pagi. Aku tidak menyukai sekolah, entah karena gurunya, teman – teman yang jahil atau karena hal lain yang tidak dapat diprediksi. Di sekolah aku hanya melamun, membaca komik, atau bahkan tertidur karena terlalu asik main game semalaman. Aku tidak tahu arah dan tujuan hidup yang jelas. Aku hanya tahu game, komik, dan tidur.
Berbaring ditempat tidur adalah hal yang paling kusukai, mendengarkan musik sampai tertidur adalah hal yang biasa. Aku adalah anak dari sebuah keluarga broken home, aku tidak pernah dipedulikan dan tidak pernah dimanja. Hidup seperti aku ingin hidup. Uang bukanlah hal yang sulit untuk dicari karena ibuku adalah seorang wanita karier yang giat bekerja, bahkan untuk menghadiri setiap panggilan guru BK di sekolahku, dia tidak ada waktu. Ah, sangat malas membicarakan keluargaku yang jauh dari kata harmonis.
Seiring berjalannya waktu, tidak terasa sudah 3 tahun di SMA dan sebentar lagi aku akan dihadapkan pilihan antara melanjutkan hidup dengan berbaring ditempat tidur seharian, atau melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebenarnya aku tidak minat untuk melanjutkan perguruan tinggi, namun apadaya ibu selalu memaksa dan berceramah tentang masa depanku. Jangankan masa depanku, hidupkupun dia tidak peduli sama sekali, tapi selalu berceramah tentang kebaikanku. Aku tidak merasa bahwa dia benar-benar memperhatikan hidupku dan dia bias berbicara tentang kebaikanku, sungguh tragis kupikir.

Sedikit memiliki kesadaran diri aku mencoba untuk mulai membacabeberapa buku literatur yang akan membantu untuk menjawab soal-soal ujian. Saat aku sedang berjalan melewati lorong perpustakaan, aku menemukan sebuah buku terjatuh dan aku iseng untuk membacanya. Bacaan buku ini perlahan membuka mataku bahwa memiliki wawasan yang luas sangat menyenangkan, dan aku pikir orang yang memiliki wawasan luas akan lebih dihargai. Aku bertekad mendaftar di perguruan tinggi, tidak tanggun-tanggung aku mencoba mendaftar ke perguruan tinggi negeri. Aku akan berjuang dan membuktikan bahwa omongan teman-temanku yang meremehkanku telah salah.
Aku mulai merubah hidup yang semula sia - sia menjadi hidup yang penuh harapan. Tak pernah kusadari ketika aku sedang fokus belajar, ternyata ibuku memperhatikanku. Di saat aku fokus belajar saat itulah ibuku berdoa untuk kebaikanku, kesehatanku, dan memohon kepada Tuhan agar aku selalu diberikan ketabahan dan kekuatan dalam segala urusan. Aku sadar ibuku selalu mendoakanku, aku akan meminta maaf pada ibuku atas segala sikapku.

Hari ujian tiba. Aku belajar di rumah, mengikuti bimbel, dan berdoa. Hal yang selama ini hampir tidak pernah aku lakukan. Hal tersebut aku lakukan agar aku diterima di Perguruan Tinggi Negeri impianku. Waktu ujian dimulai, aku mengerjakan soal ujian semampuku dan ternyata  aku mendapatkan nilai yang cukup baik, maka dari itu aku mencoba untuk mendaftar melalui jalur SNMPTN namun tidak diterima. Lalu aku mencoba lagi unuk mendaftar melalui jalur SBMPTN, sayangnya juga tidak diterima. Pilihan terakhir aku mendaftar lagi melalui jalur mandiri dan tetap saja tidak diterima. Aku hampir saja putus asa, namun aku mengingat kata - kata dibuku di perpustakaan, “bahwa ketika satu jalan tertutup, jalan lain pasti terbuka”.

Akhirnya aku kembali beroptimis mendaftar di Perguruan Tinggi Swasta. Aku masuk di Perguruan Tinggi Swasta dan aku menjadi orang yang lebih baik dari hari ke hari. Teman - teman di kampus sangat men-support-ku sehingga membuatku menjadi semangat dalam menjalani hidup. Meskipun aku tidak masuk Perguruan Tinggi Negeri, aku tetap semangat dan percaya diri dalam menjalani hidupku kedepan. Herannya aku tidak dapat lagi menemukan buku itu, satu buku yang telah mengubah duniaku dan membuat seorang pemalas sepertiku menjadi orang yang optimis. Sampai sekarang, aku tidak dapat mengingat judul buku itu, tapi aku tau pasti seseorang sengaja mengirim buku itu untuk mengubah hidup seseorang yang semula tidak punya harapan menjadi penuh harapan.

Penulis: Evelyn Vincelens

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

REBUT KEDAULATAN RAKYAT: BURUH DAN MAHASISWA BERSATU DI MONUMEN DJOEANG PEKALONGAN

  Pekalongan (01/05/2025) - Puluhan massa dari berbagai elemen buruh dan mahasiswa memadati kawasan Monumen Djoeang Pekalongan pada Kamis (1/5) dalam aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day. Mengangkat tema “Rebut Kedaulatan Rakyat di Bawah Kepemimpinan Kelas Pekerja” , aksi ini menjadi penegas solidaritas antara gerakan buruh dan mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan sosial. Forum Kolektif Unikal Bersama Buruh yang terdiri dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), GMNI, PMII, SMI, IMM, dan Aksi Kamisan Pekalongan Raya turut hadir dalam barisan. Massa mengenakan pakaian serba hitam, simbol perlawanan terhadap ketidakadilan struktural yang masih menindas kelas pekerja. Dalam orasi-orasi yang disampaikan, massa menyuarakan lima tuntutan utama: pencabutan UU Cipta Kerja, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing , jaminan kesejahteraan dan pendidikan gratis, serta penanganan serius atas persoalan sampah yang kian masif. “Kami para buruh dari zam...

WISUDA DI HALAMAN PARKIR, LANGKAH ADAPTIF UNIVERSITAS PEKALONGAN

Pekalongan (26/04/25) - Universitas Pekalongan menggelar acara wisuda Magister ke-3, Profesi ke-12, Sarjana ke-62, dan Diploma ke-26. Di tengah hiruk pikuk perayaan kelulusan sebuah pemandangan tak biasa tersaji di Universitas Pekalongan. Alih-alih ballroom hotel megah, halaman parkir kampus justru bertransformasi menjadi lokasi digelarnya prosesi wisuda. Sebuah pilihan yang mungkin menimbulkan tanya, namun dibalik kesederhanaannya tersembunyi sebuah langkah adaptif dan inovatif. Lantas, mengapa halaman parkir dianggap sebagai opsi yang masuk akal untuk momen kebanggaan ini? Pada wisuda kali ini, sejumlah 360 lulusan dari berbagai fakultas dan program studi diwisuda, meliputi: Fakultas Ekonomi Bisnis (S2 Manajemen: 9, S1 Manajemen: 79, S1 Akuntansi: 50), Fakultas Hukum (S2 Hukum: 1, S1 Ilmu Hukum: 106), Fakultas Perikanan (S1 Budidaya Perairan: 18), Fakultas Pertanian (S1 Agroteknologi: 13), Fakultas Ilmu Kesehatan (S1 Kesehatan Masyarakat: 6, S1 Ilmu Keperawatan: 4, Profesi Ners: 3...