Masalah kesehatan di indonesia
tidak jauh-jauh dari gangguan gizi. Permasalahan gizi ini berdampak serius
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi
yang masih cukup tinggi di indonesia adalah stunting. Stunting merupakan
masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan makan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi dalam waktu lama. Stunting tidak hanya terjadi pada
masyarakat kelas ekonomi bawah, namun
saat ini sudah menyasar ke masyarakat kelas ekonomi menengah. Penyebab utamanya
adalah kesalahan pemberian asupan gizi kepada anak. Stunting dapat terjadi
sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK).
Jumlah Penderita Stunting Menurut Who
Menurut data World Health
Organization (WHO), di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita atau
setara dengan 35,6 persen menderita stunting. Sebanyak 18,5 persen balita masuk
dalam kategori sangat pendek dan 17,1 persen masuk kategori pendek.Berdasarkan
data ini, WHO menetapkan Indonesia di urutan kelima jumlah anak dengan kondisi
stunting. Artinya Indonesia tergolong dalam negara yang status gizinya buruk.
Dari angka-angka tersebut Indonesia hanya sedikit lebih baik dari negara-negara
di kawasan Asia Tenggara seperti Kamboja (41%), Laos (44%), dan Timor Leste
(58%).
Gejala dan Penyebab Stunting
Adapun gejala-gejala anak mengalami
stunting yaitu, berat badan tidak naik bahkan cenderung menurun, anak berbadan
pendek untuk anak seusianya, pertumbuhan tulang tertunda, perkembahan tubuh
terhambat, anak mudah terkena penyakit infeksi Menurut Kementerian Kesehatan,
penyebab stunting dibedakan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung. Secara langsung stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi
yang cukup serta ancaman penyakit infeksi yang berulang. Secara tidak langsung
stunting disebabkan oleh pola asuh ibu, ketersediaan pangan ditingkat rumah
tangga, dan sanitasi lingkungan.
Penanggulangan Stunting
Penanggulangan stunting menjadi
tanggung jawab kita bersama, tidak hanya peran dari ahli kesehatan masyarakat
dan pemerintah melainkan kepedulian disetiap keluarga. Karena, stunting dalam
jangka panjang dapat berdampak buruk tidak hanya pada tumbuh kembang anak
tetapi juga terhadap perkembangan emosi yang berakibat kerugian pada ekonomi.
Mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK)
anak hingga menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Ahli kesehatan masyarakat dapat
berperan sangat penting dalam upaya promotif-preventif seperti memahami causal
pathway terjadinya masalah gizi sebagai acuan dalam menentukan prioritas.
Seringkali masalah-masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting,
baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya
pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu,
kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.
1) Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses
terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak
beragam.Istilah ''Isi Piringku'' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan
dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring
diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik
nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
2) Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama
pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.Dimulai
dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal
bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan
gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat
kali selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu
(ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.Setelah itu, ASI
boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping
ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu
setiap bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah
berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui
imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah.
Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.
3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses
terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan
air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu,
perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang
air besar sembarangan.
Referensi:
https://www.depkes.go.id/article/view/18040700002/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi-2-.html
https://www.kompasiana.com/amp/novitamandasari/5b9730ceab12ae1c583f6f16/peran-dan-kesadaran-orangtua-dalam-pencegahan-stunting-untuk-indonesia-sehat
www.iakmi.or.id ›Peran Ahli Kesmas dalam
Penanggulangan Stunting - iakmi
https://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
Komentar
Posting Komentar