Langsung ke konten utama

Cerpen Titik Dua belas Pas






Warna jingga sudah memenuhi langit Desa Padangaran. Jika diperkirakan, kurang dari lima menit lagi, azan di surau akan menghentikan permainan kedua belas bocah dengan bola di kakinya. Keringat sebesar biji jagung sudah berkali-kali mengucur dari pelipis Fajar Ramazani, sementara kakinya dengan lihai menggiring benda bundar yang terbuat dari kulit itu.
"Langsung shoot Jar," teriak anak laki-laki yang memiliki kulit paling legam, mungkin karena terlalu sering bermain di lapangan. Napasnya sudah tersengal-sengal, jika dia tetap memaksakan menggiring benda bundar itu hingga ke depan gawang, pasti akan mudah dipotong lawan.
Dengan akurasi yang cukup terlatih, Fajar menendang bola tersebut dan, sial! Reno si bocah tengil itu berhasil mem-block tendangannya.

"Handball...handball...itu jelas handball," celutuk salah satu rekan satu tim Fajar.
"Iya itu handball, masa mau block pakai tangan?" Fajar menambahkan.

Setelah melewati musyawarah yang kurang dari dua menit, hadiah penalti akhirnya diberikan karena faktanya Reno menghentikan bola dengan lengan bagian atas. Mata elangnya menatap ke arah bola yang baru saja dia letakan di tanah. Kemudian sepasang netra itu menerawang tajam ke gawang yang dikawal oleh Loris. Fajar mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang, tak lama dia berlari menendang kulit bundar itu dengan kaki kanannya. "Gol...gol...!" teriakan yang sudah biasa terdengar di telinga Fajar. Rekan setimnya terkadang memang berlebihan saat dirinya berhasil menyarangkan bola ke gawang bambu yang tidak memiliki jaring itu. Tepat setelah mereka berselebrasi merayakan gol, azan berkumandang yang menandakan peluit akhir pertandingan. Seperti umumnya permainan sepakbola pada anak desa, yang terakhir mencetak gol, dia yang menang.

***

Dengan hati yang bimbang, telapak tangan kanannya bertumpu dan jari telunjuknya mengetuk-ngetuk kaca mading tanpa dia sadari. Fajar sebenarnya ingin mengikuti seleksi beasiswa Akademi Telstar United, klub sepakbola yang ada di kabupaten tempatnya tinggal. Hanya satu kendalanya, dia tidak memiliki sepatu sepakbola yang cukup layak. Langkahnya gontai meninggalkan mading yang rutin diperbarui setiap minggu. Malam hari setelah dirinya mengepak buku pelajaran, pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Fani, ada apa?" tanya Fajar, ternyata yang mengetuk adalah Fani, adik perempuannya.
"Boleh Fani masuk Kak? Ada yang mau Fani bicarakan," Fajar hanya menanggapinya dengan anggukan kepala. Kedua kakak beradik beda satu tahun itu memang tidak terlalu akrab, walaupun keduanya saling menyayangi. Setelah sang adik masuk, Fajar semakin heran melihat Fani yang menyodorkan paperbag berukuran besar kepadanya.
"Fani baru saja menang lomba puisi. Ini hadiah untuk Kak Fajar, selamat ulang tahun ya Kak." Fani menjelaskan sebelum sang kakak bertanya apapun.
"Tapi kakak—"
"Selama ini Fani belum pernah memberi Kak Fajar hadiah ulang tahun," sela Fani sebelum Fajar menyelesaikan ucapannya. Di sisi lain Fajar hanya diam membeku, tidak tahu apa yang akan dia katakan kepada adik satu-satunya itu.

"Terimakasih Fan. Kakak sayang sama kamu," hanya itu yang bisa dia utarakan saat adiknya sampai di ambang pintu. Fani hanya membalas dengan seulas senyum dan anggukan.

     Ada sepasang mata yang mengamati Fajar dari jauh. Dan saat dirinya meninggalkan papan berlapis kaca, pemilik netra cokelat itu melangkahkan kaki untuk melihat hal apa yang membuat saudara laki-lakinya murung. Pandangannya mengarah pada brosur yang tertempel di belakang kaca madding.

'SELEKSI BEASISWA TELSTAR UNITED ACADEMY'
Persyaratan:
·         Surat keterangan sehat dari dokter
·         Surat izin sekolah
·         Fotokopi KTP/kartu pelajar
·         Fotokopi KK
·         Usia maksimal 18 tahun
·         Membawa sepatu dan kaos bola sendiri
Bagi yang akan mengikuti, harap datang di Telstar Stadium tanggal Hari Minggu jam 8 pagi.


Persyaratan terakhir yang Fani lihat, mungkin itu yang membuat kakaknya mendadak lesu. Terbesit keinginan untuk membuat saudaranya itu bahagia. 

***
Sebentar lagi sang surya akan kembali ke peraduannya, seleksi yang dibagi menjadi tiga tahapan sudah Fajar lalui. Kini dirinya, bersama dua puluh lima peserta yang lolos di tahap akhir sedang berdiri di pinggir lapangan, menunggu Coach Rahman memberi pengumuman siapa saja yang berhak mendapat beasiswa.

"Oke, sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada kalian semua. Tapi kami harus memilih lima belas di antara kalian yang nantinya akan menerima beasiswa Akademi Telstar United," ujar Coach Rahman. Tentu tidak hanya Fajar yang merasa gugup, semua peserta pun sama. Mereka merapalkan do'a dalam hati untuk sekedar menenangkan hati.

"Yang namanya saya panggil, silahkan memisahkan diri di sebelah kanan. Fito Alfian, Reno Oktavian, Fikri Maulana, Evan Ardiansyah, David Malvino..."

Satu demi satu nama mulai dipanggil, Fajar bisa merasakan degub jantungnya semakin cepat. Dirinya tidak memiliki keberanian menatap Coach Rahman, pandangannya fokus pada ujung sepatu dengan logo tiga strip pemberian adiknya tiga hari lalu.
"Dan yang terakhir, Fajar Ramazani," tutup Coach Rahman setelah membacakan nama yang lolos. Binar bahagia tidak dapat disembunyikan dari manik cokelat gelap itu.
"Bagi yang belum mendapat kesempatan beasiswa, tetap semangat berlatih, kalian masih muda dan masa depan kalian masih sangat panjang." Coach Rahman memberikan nasehat yang mampu menjaga asa mereka. Dilanjutkan dengan rangkulan antar sesama peserta untuk memberi dukungan satu sama lain.

***

Kaos-kaos itu satu per satu dia tata dengan rapi ke dalam ransel hitam miliknya. Libur tengah semester ini memang Fajar pilih untuk tinggal di asrama akademi. Bukan hanya ingin lebih fokus di tempat latihan, namun dalam waktu dekat akan ada seleksi Timnas U-19. Tanpa sengaja Fajar menjatuhkan kain berwarna merah dari lemari plastiknya, saat dia mengambil benda merah itu, ingatannya kembali menelisik kenangan sembilan tahun silam. Dengan pakaian yang penuh lumpur karena bermain bola di lapangan becek, bocah laki-laki berusia tujuh tahun itu masuk ke rumah dengan senyum yang merekah. Paman dan ayahnya sedang duduk di ruang tamu ditemani teh hangat dan pisang goreng yang masih mengepul.

"Sini, Jar. Paman ada hadiah untuk kamu," kata Paman Fadli yang selalu bisa membuat keponakannya senang.
"Itu apa Paman?" tanya Fajar penasaran.
"Ini untuk kamu. Coba buka," perintah  Paman Fadli sambil memberikan sesuatu yang dibungkus dengan plastik kresek hitam. Seperti halnya anak kecil saat menerima hadiah, Fajar tidak berkata apapun saat membuka bungkusan hitam itu. Matanya berkaca-kaca saat menarik keluar apa yang ada di dalamnya. Sebuah jersey sepakbola berwarna merah. Dengan lambang garuda di dada kiri atas. Dia membalik jersey yang sekarang menjadi miliknya. Sembilan. Dan nama yang tertera diatasnya, GONZALES.

***

Membela tim nasional adalah impian dan pencapaian tertinggi bagi pelakon olahraga si kulit bundar. Awal seleksi memang tidak terlalu berat bagi Fajar, seperti small game passing, dan kontrol. Kendalanya dia hampir tidak bisa sleding karena lapangan tempat seleksi menggunakan rumput sintetis. Dan tahap akhir seleksi seluruh peserta kembali mengulang permainan supaya pelatih bisa meninjau ulang skill mereka.

"Setelah melihat permainan kalian, saya sudah menentukan siapa saja yang layak untuk bergabung dengan timnas," ujar Coach Syahri yang membuat jantung peserta semakin berpacu.

"Stevan Almeida dan Fajar Ramazani, selamat kalian lolos seleksi ini dan berhak membela Timnas U-19," ucap Coach Syahri diiringi senyum untuk kedua anak dari Akademi Telstar yang terpilih.

Perasaan bahagia kembali membuncah dari hati Fajar, impian dan dedikasinya selama ini berbuah hasil. Selangkah lagi dia akan menggunakan seragam kebanggaan berlambang garuda.
"Tetap jaga kesehatan, terutama stamina. Awal tahun 2019 ada ASEAN Cup. Saya berharap kalian bisa membawa timnas kita di podium tertinggi," begitulah pesan Coach Syahri sebelum meninggalkan tempat seleksi tadi, beliau seperti bapak sepakbola bagi anak asuhnya.

***

Beberapa bulan sebelum Kick-off ASEAN Cup 2019, Fajar ditunjuk untuk membela Timnas U-19 dalam Friendly Match melawan Laos. Ini merupakan laga debutnya bersama timnas setelah sebelumnya mengalami cedera saat sesi latihan. Dirinya berjalan ke ruang ganti pada laga itu, dia melihat semua jersey menggantung di loker pemain. Fajar berdiri di depan lokernya dan mengambil jersey itu. Sebuah jersey berwarna merah. Dengan lambang garuda di dada kiri atas. Dia membalik jersey itu. Sembilan. Dan nama yang tertera diatasnya, FAJAR. Fajar terkekeh melihatnya, tidak bisa menyembunyikan perasaan haru yang menyeruak.

"Tidak ada lagi mimpi sekarang. Kau bermain untuk Indonesia," ujarnya dalam hati dengan air mata yang hampir menetes. Katakanlah dirinya memang cengeng. Bukan, karena dia mengingat untuk sampai di titik ini banyak sekali pengorbanan, keringat dan air mata yang mengiringinya.

***

Dari fase grup sampai sekarang berada di final, namanya hanya dua kali masuk starting line up. Tapi itu bukan masalah, baginya selalu memberikan yang terbaik pada setiap kesempatan yang diberikan jauh lebih penting. Papan skor final ASEAN Cup masih menampilkan angka 1 - 1 sementara waktu sudah mencapai menit tujuh puluh. Anak-anak Indonesia masih kesulitan membongkar pertahanan Thailand. Dua puluh menit tersisa di waktu normal, itu harus bisa dimanfaatkan untuk mencetak tambahan gol dan membawa Indonesia juara. Terlihat Coach Syahri ingin mengubah strategi dengan menarik keluar Wahyu. Pemain bernomor punggung lima belas itu terlihat sudah kelelahan. Sang pelatih menggantinya dengan Fajar yang diharapkan bisa memberi keseimbangan di lini tengah, sementara gelandang lainnya ditugaskan untuk lebih fokus menyerang.

"Jangan sia-siakan kesempatan ini. Jika kau mendapat bola di dekat kotak penalti, jangan ragu untuk langsung menembak ke arah gawang," pesan singkat dari sang juru taktik yang dijuluki sebagai Sir Alex Ferguson versi Indonesia karena pendekatan dan taktiknya yang sering menggunakan formasi 4-4-2.

Keputusan yang tepat, Fajar mampu memberikan perbedaan di sisa menit akhir. Beberapa kali rekannya mengancam gawang yang dikawal Chanathip Nawash. Anak asuh Coach Syahri kembali meneror area pertahanan Thailand melalui serangan balik cepat dari sisi kanan. Firman mengirimkan crossing kepada Stevan yang sukses dikontrol dengan baik menggunakan dada winger keturunan Skotlandia itu. Steven si pemilik mata biru yang melihat Fajar berlari di dekat kotak penalti tanpa pengawalan, langsung memberikan umpan matang kepada rekannya itu. Tepat, bola dengan sempurna mendarat di kaki Fajar, tanpa ragu seperti arahan sang pelatih, dirinya langsung menghujamkan tendangan keras ke arah gawang. Tidak terjadi gol, bola berhasil di block oleh pemain belakang Thailand.

Namun tak lama kemudian pengadil lapangan menghentikan permainan. Para pemain mengira akan terjadi sepak pojok, ternyata wasit menunjuk titik putih setelah beberapa lama berdiskusi sambil memegang alat yang tertempel di telinganya. Benar, dari siaran ulang pemain tim gajah putih itu melakukan handball,  terlihat juga karena bola yang ditendang berubah arah saat mengenai lengan atas pemain itu.
"Ambil kesempatan ini. Jangan ragu," ujar Umar selaku kapten sambil menepuk bahu Fajar.

Dirinya kini berdiri di titik 12 pas, bersiap mengambil sepakan penalti. Seluruh Indonesia kini memberikan tanggung jawab kepadanya. Dan saat tendangan dilesatkan, bola mengarah tajam di pojok kiri atas gawang sebelum akhirnya bersarang di jala mistar. Sepakan full power dan akurasi yang luar biasa sulit untuk ditepis kiper hebat manapun. Keunggulan itu bertahan sampai wasit meniup peluit panjang. Indonesia juara ASEAN Cup 2019 di level usia U-19. Sebuah juara yang hadir di tengah panasnya situasi politik bumi pertiwi dan berbagai kekisruhan dalam tubuh federasi sepakbola negeri ini. Mereka para pahlawan muda lapangan hijau bermain dengan sepenuh hati hanya untuk Indonesia.

Penulis: Yunita Devika Damayanti (Anggota Magang 2019)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat menjadi landasan keharmonisan di dalam kehidup

JUKLAK DAN JUKNIS LOMBA KARIKATUR DIES NATALIS LPM SUARA KAMPUS UNIVERSITAS PEKALONGAN 2016

Tema Lomba : “Peran Independensi Media dalam Mempengaruhi Perspektif Publik” KETENTUAN PESERTA LOMBA KARIKATUR Peserta adalah mahasiswa dan pelajar SMA/SMK/sederajat yang berada di Kota dan Kabupaten Pekalongan. Lomba karikatur dilaksanakan secara on the spot pada hari Kamis tanggal 15 Desember 2016 pukul 08.00 – 11.00 WIB. Peserta menggunakan pakaian bebas, rapi, dan sopan serta memakai sepatu. Peserta wajib menaati tata tertib dan peraturan yang ada. Peserta wajib melakukan registrasi ulang maksimal 15 menit sebelum acara dimulai. KRITERIA LOMBA Penilaian berdasarkan orisionalitas, kesesuaian dengan tema, dan pesan yang disampaikan. Karya tidak boleh mengandung unsur pornografi dan SARA. Hasil karya boleh berwarna atau hitam putih. Juara 1, 2, dan 3 akan ditentukan oleh juri, dan juara favorit akan dipilih melalui suara terbanyak dari panitia. Pemenang berhak mendapatkan tropi, piagam penghargaan, dan uang pembinaan. TEKNIS LOMBA Peserta wajib membawa alat ga

Lulus Itu Pasti, Cumlaude Itu Pilihan

Lulus Itu Pasti, Cumlaude Itu Pilihan Universitas Pekalongan berhasil menyelenggarakan acara wisuda ke-44 dan peresmian Gedung F sebagai gedung termegah dan tertinggi, Sabtu 19/3. Gedung tersebut diresmikan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak. Sebanyak 392 mahasiswa menjalani upacara wisuda,12 di antaranya berhasil menjadi Mahasiswa Terbaik tahun 2016 ini dengan predikat cumlaude .          Salah satu Mahasiswa yang berhasil meraih predikat cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,90 tersebut adalah Dhurotul Khamidah (0610051212) dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Pendidikan Matematika. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa dan BEM FKIP   Universitas Pekalongan periode 2014-2015 itu menuturkan kendala yang paling sering dihadapi adalah perihal manajemen waktu. Kapan waktu untuk belajar dan waktu untuk berorganisasi harus diatur dengan baik kalaupun sulit. Sedangkan kiat-kiat