NASKAH ESAI: Mengurangi Polusi Dan Menjaga Ekosistem Perairan Dari Hasil Limbah Industri Batik Dengan Menggunakan Pey-Limbrang (Penyerap Limbah Batik Dari Arang Kombinasi)
sumber foto: www.kantomaya.com
Penulis: Ahmad Syihab
(Peserta Kategori Naskah Pilihan Lomba Esai LPM Suaka UNIKAL)
Berkembangnya kondisi industri di Indonesia akan berpengaruh dan
berhubungan dengan bertambahnya limbah dari hasil perkembangan industri
tersebut. Pada masa sekarang tingkat polusi yang terjadi di Indonesia semakin
meningkat, khususnya dapat dilihat dari kondisi air permukaan yang semakin
parah dengan tercampurnya banyak polutan. Indonesia merupakan negara yang besar
dan memiliki nilai kreatifitas dan kearifan pada setiap kotanya, hal tersebut
didukung dengan keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Industri mengenai kreatifitas
dan kearifan yang dimiliki oleh setiap masyarakat di Indonesia banyak tersebar
di beberapa kota yang ada di Indonesia. Salah satu yang dapat dirasakan serta
sebagai penciri negara Indonesia yaitu industri batik. Industri batik di
Indonesia masih didominasi secara sederhana dalam pembuatannya dan merupakan
salah satu produksi rumahan. Berdasarkan data dari Departemen
Perdagangan Repubik Indonesia menginfokan
bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi dalam
pengembangan industri kreatif batik di kawasan ASEAN maupun pasar dunia. Adanya
pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kegiatan industri batik di Indonesia
sangat berpotensi untuk semakin melesat naik. Beberapa sungai di kota-kota pusat industri batik
banyak tercemar oleh limbah industri pembuatan batik, sehingga menyebabkan
warna dari sungai tersebut cenderung berwarna hitam kemerahan dengan terihat
seperti adanya kandungan minyak. Aliran sungai-sungai tersebut pastinya akan
mengalir dan bermuara ke laut. Terkontaminasinya sungai tersebut akan
mempengaruhi kondisi airtanah, karena air sungai secara langsung bersinggungan
dengan permukaan tanah dan akan mengganggu ekosistem di sekitarnya.
Berkembangnya
industri kreatif di Indonesia khususnya dalam bidang batik seharusnya memiliki
keseimbangan yang perlu dilakukan untuk pengelolaan sisa hasil produksi seperti
limbah batik yang berasal dari lilin yang digunakan untuk membuat motif-motif
batik. Bila ditinjau dari sisi hukum permasalahannya mengenai proses pengendalian dan pengelolaan pencemaran dari industri
batik yaitu diatur pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, yang lebih spesifik lagi diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Berdasarkan penelitian
sebelumnya menjelaskan bahwa hasil uji laboratorium mengenai pencemaran limbah
batik yang dilakukan terhadap empat sampel air limbah batik di kota yang ada di
Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pencemaran sudah di atas batas yang
ditolerir. Hal tersebut menjelaskan industri pembuatan batik tidak melakukan
pengelolaan limbah dengan baik dan cenderung membuang limbah batik ke sungai.
Sehingga untuk mengurangi kuantitas polutan di sungai akibat kegiatan tersebut
perlu melakukan membersihan atau penyerapan zat berbahaya yang terkandung dalam
limbah batik dan kegiatan tersebut belum sempat dilakukan sampai sekarang ini. Untuk mengurangi kuantitas polutan pada sungai yang
tercemar limbah batik diperlukan suatu bahan untuk melakukan penyerapan polutan
yang ada pada air tersebut, khususnya kandungan seperti minyak pada limbah
batik yang biasanya akan mudah terserap. Setiap proses
dalam industri batik, limbah yang dihasilkan berbahaya dan mengandung
bahan-bahan organik, logam berat serta parameter BOD dan COD yang tidak
memenuhi standar air bersih.
Upaya-uapaya
klasik yang sudah dilakukan pemerintah melalui Badan Lingkungan Hidup
yaitu dengan memberikan
sosialisasi berupa pemberian penyuluhan mengenai bahaya dari pencemaran limbah
batik untuk lingkungan. Hal ini dilakukan dengan menyadarkan masyarakat
produsen batik dan memberikan pesan moral kepada pelaku pembuatan batik serta
melakukan edukasi mengenai batik ramah lingkungan. Langkah lainnya yaitu dengan
pengendalikan secara sosial melalui pembuatan IPAL (Instalasi Pengelolaan Limbah)
yang dirasa langkah tersebut merupakan langkah efektif namun pelaksanaannya
terhambat karena dana yang dibutuhkan sangat besar. Kondisi ini didukung dengan
aktivitas monitoring dari Badan Lingkungan Hidup terkait dengan kondisi air
permukaan sangatlah minim dan tidak teratur yaitu 3-4 kali dalam setahun (Hudah,
2011). Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi dampak pecemaran
tersebut dirasa belum maksimal dan efektif.
Beberapa masalah terkait dengan limbah batik yang mencemari sungai atau
air permukaan yang ada di wilayah Indonesia sangat perlu diperhatikan dalam proses
penanganannya dengan mempraktikkan langsung di lapangan. Selain memberikan
pesan moral dan melakukan penyuluhan pada masyarakat mengajarkan kepada
masyarakat mengenai pengurangan jumlah polutan di sungai yang tercemar limbah
batik juga perlu dilakukan. Biasanya masyarakat umum lebih menyukai hal
sederhana dan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasinya murah. Hal sederhana
tersebut tanpa mengoperasikan alat yang cukup rumit namun dapat dilakukan
secara alami menggunakan sumberdaya yang telah ada. Pengelolaan sumberdaya
khusus untuk menyerap polutan yang ada di beberapa sungai yang tercemar dapat
diinformasikan kepada masyarakat sehingga gagasan mengenai penanggulangan ini juga
dapat membantu menangani masalah tersebut. Suatu inovasi baru yang sederhana
yaitu dengan menggunakan bahan berupa karbon aktif yang dapat dijumpai pada
arang kayu yang memiliki sifat yaitu sebagai media penyerapan polutan yang
baik. Maka dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan pencemaran limbah batik.
Dengan adanya inovasi sederhana tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan referensi untuk menangani masalah tersebut serta gagasan ini dapat
dikembangkan untuk diaplikasikan pada beberapa daerah di Indonesia mengingat
sumber daya yang digunakan yaitu dengan arang kayu.
PEY-LIMBRANG (Penyerap Limbah Batik dari Arang Kombinasi) sebuah inovasi gagasan yaitu
memanfaatkan sifat dari arang yang memiliki kemampuan untuk menyerap suatu
polutan. Arang merupakan karbon aktif merupakan senyawa amorf yang diperlakukan secara khusus untuk
mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan
senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada
besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat
besar, yaitu 25-100% terhadap berat karbon aktif. Karbon aktif tersebut dapat
dibuat sendiri dengan mudah yaitu dengan membakar batang atau bagian keras
tertentu dan karbon tersebut memiliki beberapa bentuk seperti serbuk atau
granular. Proses pembuatan arang ini juga sangat mudah dilakukan oleh
masyarakat awam yaitu hanya dengan membakarnya pada bara api. Arang yang
memiliki daya serap yang baik biasanya arang yang terbuat dari bahan yang keras
khususnya tempurung kelapa dan terdapat bahan yang memiliki daya serap tinggi
yaitu dengan menggunakan bambu yang berjenis andong dan betung. (Arsad, 2010).
Tabel 1.
Daya Serap Bambu Andong, Bambu Betung, dan Tempurung kelapa
No
|
Jenis Tanaman
|
Aktivasi kimia Jenis/jam
|
Uap ºC/jam
|
Rendemen (%)
|
Daya serap iodin mg/g
|
1.
|
Bambu Andong
|
H3PO4
|
900/1
|
15,7
|
1150
|
2.
|
Bambu Betung
|
H3PO4
|
900/1
|
16,6
|
1004
|
3.
|
Tempurung Kelapa
|
CaCl2
|
700/1
|
-
|
1754,56
|
Sumber : Nurhayati ( 1994) dan Azhary (2008)
Cara pengolahan yang mudah untuk dapat dikembangkan di beberapa
masyarakat dengan bahan yang dapat ditemukan dengan mudah. Kemudian digunakan
pada bagian muara sungai untuk menekan angka polutan yang ada pada sungai agar
tidak menyebar ke laut untuk meminimalisir gangguan ekosistem lingkungan
disekitar perairan dan dampaknya juga akan mematikan makhluk hidup yang ada di
lingkungan tersebut.
Langkah yang perlu dilakukan agar gagasan ini dapat dilaksanakan
yaitu pertama dengan melakukan pendataan terkait beberapa kota di Indonesia
yang merupakan daerah dengan produksi batik terbesar serta memiliki kondisi
sungai yang telah tercemah dengan limbah batik. Kemudian yang perlu dilakukan
yaitu dengan melakukan pengkajian lebih lanjut terkait permasalahan sosial yang
ada di daerah tersebut termasuk kondisi karakter masyarakat di beberapa daerah
karena dengan mengetahui karakter masyarakatnya akan mudah dilaksanakan
kegiatan tersebut dalam penentuan treatment
yang akan dilakukan. Stategi dalam bidang manajemen juga diperlukan, yaitu
meliputi regulasi, kebijakan dan program pemerintah, kelembagaan pemerintah dan
kelembagaan UMKM. Regulasi yang ada juga dapat mengoptimalkan lembaga yang
dapat bekerja sama dalam menangani limbah batik yaitu meliputi Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas
Pekerjaan Umum (DPU), Dinas Perindustrian, dan Dinas Koperasi dan UMKM. Stategi
yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan kapasitas dan koordinasi yang
ada pada setiap lembaga atau instansi tersebut, untuk mengatasi permasalahan
yang timbul akibat kegiatan produksi batik. Dari beberapa instansi tersebut
juga perlu mengembangkan konsep mengenai PEY-LIBRANG (Penyerap Limbah Batik
dari Arang) sehingga masyarakat semakin tertarik bila konsep tersebut juga
diarahkan oleh instansi resmi setempat. Pembinaan kepada masyarakat di daerah
produsen batik juga perlu dilakukan agar optimalisasi dari beberapa rencana
yang dipikirkan dapat terlaksana.
Pembinaan pada masyarakat ini juga dapat juga dilakukan pembentukan
forum kepedulian terhadap kondisi sungai di daerah penghasil batik. Dengan
terbentuknya forum peduli tersebut juga diharapkan mampu menjadikan kegiatan
dalam penyerapan limbah batik dengan arang dapat berjalan terus dan menjadi
rutinitas mingguan serta sebagai solusi dari permasalahan bahwa penanganan dari
limbah batik yang hanya dilakukan tiga sampai empat kali setahun yang dirasa
sangat kurang.
Komentar
Posting Komentar