Langsung ke konten utama

[Opini] Menteri Keuangan Bicara Gaji Guru, Publik Bertanya Dimana Hatinya?

Beberapa waktu lalu, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang gaji guru kembali memantik perbincangan publik. Beliau menyinggung bahwa tidak semua hal harus ditanggung negara. Ucapan ini cepat menyebar di media sosial, memunculkan berbagai reaksi, mulai dari kritik keras hingga pembelaan. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, ada satu pertanyaan yang menggantung di kepala banyak orang: “Benarkah gaji guru kita sudah layak?”

Jika kita membuka data, jawabannya masih berat di hati. Per 2025, berdasarkan pengumuman resmi pemerintah, gaji pokok guru ASN di Indonesia untuk golongan terendah (III/a, masa kerja 0 tahun) hanya sekitar Rp2,58 juta per bulan, belum termasuk tunjangan. Guru honorer bahkan banyak yang hanya mendapat ratusan ribu hingga satu jutaan per bulan, tergantung kemampuan daerah. Angka ini jauh dari cukup jika dibandingkan dengan biaya hidup di banyak kota besar.

Mari kita lihat tetangga kita. Di Filipina, data resmi Department of Education menunjukkan gaji seorang Teacher I (setara guru pemula) pada 2025 berada di kisaran PHP 30.024 atau sekitar Rp8,2 juta per bulan. Itu belum termasuk tunjangan. Sumber dari The Teachers Craft juga memperlihatkan bahwa gaji akan naik secara bertahap hingga 2027 sesuai Salary Standardization Law. Ini artinya, meski sama-sama berada di Asia Tenggara, Filipina sudah menempatkan guru di posisi yang lebih sejahtera.

Singapura? Lebih jauh lagi. Menurut situs resmi Ministry of Education Singapore, guru baru bisa mengantongi SGD 3.800–4.200 per bulan, atau setara Rp44-49 juta. Malaysia juga relatif lebih baik, dengan gaji awal guru lulusan sarjana (DG41) sekitar RM 2.188-5.860 per bulan, setara Rp7,6-20,4 juta, menurut Jadual Gaji Minimum Maksimum Guru 2024 dari Kementerian Pendidikan Malaysia.

Dari angka-angka ini, kita bisa melihat gap yang cukup menganga. Indonesia berada di papan bawah, bahkan dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang PDB per kapitanya tak jauh berbeda. Maka, wajar jika publik mempertanyakan: kenapa alokasi anggaran pendidikan 20% APBN belum mampu mengangkat kesejahteraan guru secara signifikan?

Sebagian pihak mungkin akan berkata bahwa kesejahteraan guru tak hanya soal gaji. Betul, tapi gaji adalah fondasi. Guru yang merasa aman secara finansial akan lebih fokus pada mengajar, inovasi, dan pengembangan diri. Sebaliknya, guru yang harus mencari tambahan penghasilan di luar jam mengajar cenderung terbebani dan berkurang fokusnya.

Pernyataan “tidak semua harus ditanggung negara” mungkin dimaksudkan untuk mendorong efisiensi. Namun, jika konteksnya adalah gaji guru, pahlawan pendidikan yang membentuk generasi masa depan dan justru di sinilah negara seharusnya hadir penuh. Publik bertanya, “Kalau bukan negara, siapa lagi?” Pertanyaan ini bukan sekadar retoris, tapi cerminan kekecewaan yang dalam.

Kita tentu ingin mendengar jawaban yang berpihak pada guru, bukan sekadar hitungan angka di neraca negara. Karena pendidikan adalah investasi jangka panjang, dan guru adalah ujung tombaknya. Menghargai mereka berarti menghargai masa depan bangsa. Dan menghargai, dalam bahasa paling sederhana, berarti membayar mereka dengan layak.

Opini : Dhuhana

Referensi:

  1. Antara News. (2025). Besaran Gaji Guru ASN dan Non-ASN 2025, Begini Rinciannya. https://www.antaranews.com/berita/4509409/besaran-gaji-guru-asn-dan-non-asn-2025-begini-rinciannya 

  2. Department of Education Philippines. (2025). Salary Grade Table 2025 (Teacher I–Master Teacher II). https://philippinego.com/12786 

  3. The Teachers Craft. (2024). DepEd Salary SSL VI 2024–2027. https://www.theteacherscraft.com/2024/08/deped-salary-ssl-vi-2024-2027.html 

  4. Ministry of Education Singapore. (2024). Teachers' Salary Structure. https://www.moe.gov.sg/careers/teach/teachers-salary-structure 

  5. Kementerian Pendidikan Malaysia. (2024). Jadual Gaji Minimum–Maksimum Guru 2024. https://www.moe.gov.my/pemberitahuan/pekeliling/jadual-gaji-minimum-maksimum-guru-2024 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

Kupas Tuntas TOEFL, IELTS, dan EnglishScore di ESA Talk Show

  Pekalongan (28/06/25) – Pada Sabtu pagi, Ruang Jlamprang Sekretariat Daerah Pekalongan dipadati oleh para peserta ESA Talk Show . Digagas oleh English Student Association (ESA) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pekalongan, talk show bertajuk “The Big Three of English Proficiency Tests: TOEFL, IELTS, and EnglishScore, Which Test is Right For You?” ini diselenggarakan khusus untuk membahas perbedaan serta karakteristik masing-masing tes kemampuan Bahasa Inggris, yakni TOEFL, IELTS, dan EnglishScore . Antusiasme tinggi mewarnai ESA Talk Show . Sebanyak 50 peserta memadati ruangan, tidak hanya dari kalangan mahasiswa Universitas Pekalongan (UNIKAL), tetapi juga siswa sekolah dari berbagai wilayah seperti Batang, Pekalongan, dan Pemalang. Acara ini menghadirkan dua narasumber berkompeten, yaitu Kepala Lembaga Bahasa Dr. Sarlita D. Matra, M.Pd., dan Khusna Irfiana M.Pd., yang siap berbagi wawasan mendalam mengenai tes kemampuan bahasa Inggris. Tidak hanya itu,...

HEBOH TAMBANG NIKEL DI RAJA AMPAT, BENARKAH INI WARISAN TURUN TEMURUN SEJAK ERA SOEHARTO?

Raja Ampat, surga bahari kita, mendadak jadi sorotan karena kabar penambangan nikel. Pertanyaan besar pun muncul: benarkah ancaman ini adalah "warisan" lama dari era Orde Baru? Kisah ini memang rumit, melibatkan berbagai pihak, mulai dari aktivis lingkungan yang gigih, kebijakan pemerintah, sampai sejarah panjang konsesi tambang di negeri ini.