Langsung ke konten utama

Mediasi Komnas HAM atas Kasus Penggusuran Petamanan, Bupati Batang Mangkir






Batang, 21 September 2021 - Polemik penggusuran pangkalan truk dan rumah warga RT 03 RW 03 Petamanan, Banyuputih, Batang memasuki babak baru. Setelah sebelumnya warga Petamanan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hari ini, Selasa, 21 September 2021 diadakan mediasi oleh Komnas HAM antara Warga korban penggusuran dengan Bupati Batang di Kantor Bupati Batang. 


Mediasi yang dimulai pada pukul 09.30 pagi itu dilakukan tanpa kehadiran pihak Teradu, dalam hal ini Bupati Batang Wihaji. Wihaji mangkir dalam kegiatan tersebut tanpa ada keterangan yang jelas. 

Dalam kegiatan tersebut, warga Petamanan yang merupakan korban penggusuran akibat adanya alih fungsi Pangkalan Truk Petamanan menjadi Islamic Center menuntut Bupati Batang untuk menjamin hak-hak warga terdampak. Pasalnya, hingga hari ini warga terdampak belum menerima ganti rugi yang layak sebagaimana mestinya. 

Rusmanto, Kepala Bakesbangpol Batang dalam forum mediasi tersebut mengklaim bahwa Pemkab Batang telah memberikan uang kerohiman dan uang ganti rugi. Namun hal itu dibantah oleh Kuslal, pendamping warga Petamanan, yang menyatakan bahwa warga terdampak penggusuran belum menerima uang kerohiman. Justru yang menerima uang tersebut warga di sekitar warga terdampak. 



Dalam forum tersebut warga juga menyatakan masih ingin bertemu secara langsung dengan Bupati Wihaji. Sebab, sejak awal perencanaan hingga saat ini rumahnya digusur, warga tidak pernah ditemui secara langsung oleh Wihaji. Padahal pada audiensi 11 Januari 2021 lalu, Bupati Wihaji menyatakan akan menemui warga secara langsung ke Petamanan. 

Bupati Wihaji hingga hari ini tidak mau untuk bertemu dengan warga terdampak penggusuran. Sangat disayangkan, padahal forum tersebut dihadiri oleh Komisioner Komnas HAM Hairansyah, Anggota DPRD Batang Nur Faizin dan Junaenah.



Ketidakhadiran Bupati Batang menunjukkan sikap Bupati yang abai terhadap hak-hak asasi manusia. Sebelumnya pada 11 Januari 2021 Wihaji menyatakan "Ini sudah final, saya tidak mau berdebat soal HAM. Apa pun risikonya saya siap bertanggung jawab". Selain itu, Bupati Wihaji juga tetap mengusur rumah warga RT 03 RW 03 Petamanan di tengah upaya mediasi oleh Komnas HAM. Bahkan, sebelumnya Komnas HAM sudah meminta kepada Pemkab Batang untuk tidak melakukan penggusuran sebelum adanya kejelasan nasib warga terdampak. Namun permintaan Komnas HAM tersebut tidak diindahkan. 

Hingga hari ini, warga Petamanan tetap menuntut hak-haknya yang telah dijamin dalam UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan berbagai instrumen internasional maupun nasional lainnya. 

Meskipun hasil mediasi berakhir dengan tanpa adanya kesepakatan, warga sangat menyayangkan sikap Wihaji yang enggan untuk mendengar suara rakyatnya sendiri.

Narahubung : 082312841224 (Aliansi Batang Bergerak)





Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

[Opini Publik] Berikan Aspirasi Tanpa Anarki

Demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara. Hak itu dijamin oleh undang undang dan dijunjung tinggi dalam demokrasi. Demonstrasi hadir karena ada kegelisahan publik yang tidak terjawab oleh kebijakan. Ia adalah ruang menyuarakan, ruang mendebat, ruang mendesak agar wakil rakyat benar benar mendengar. Namun apa yang terjadi di Kota Pekalongan pada Sabtu (30/08/2025) justru menjadi ironi. Gedung DPRD yang mestinya menjadi rumah aspirasi dibakar dan dijarah oleh massa yang kehilangan kendali. Kronologi mencatat bahwa pada pukul (12:10) sekelompok massa yang kebanyakan remaja bahkan pelajar langsung menyerbu area kantor Setda dan gedung DPRD. Tidak ada orasi yang menggema, tidak ada dialog yang muncul. Yang ada hanyalah perusakan dan pembakaran. Kursi-kursi di ruang rapat ditumpuk lalu disulut api. Dari luar gedung terlihat asap mengepul dan api kian membesar. Aparat pemadam kebakaran kesulitan masuk karena situasi yang tidak terkendali. Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto ...

[Opini] Menteri Keuangan Bicara Gaji Guru, Publik Bertanya Dimana Hatinya?

Beberapa waktu lalu, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang gaji guru kembali memantik perbincangan publik. Beliau menyinggung bahwa tidak semua hal harus ditanggung negara. Ucapan ini cepat menyebar di media sosial, memunculkan berbagai reaksi, mulai dari kritik keras hingga pembelaan. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, ada satu pertanyaan yang menggantung di kepala banyak orang: “Benarkah gaji guru kita sudah layak?”