Langsung ke konten utama

Siaran Pers : ABRASI MAKIN PARAH DI KAWASAN PANTAI BATANG AKIBAT KRISIS IKLIM

ABRASI MAKIN PARAH  DI KAWASAN PANTAI BATANG AKIBAT KRISIS IKLIM, WARGA ROBAN TIMUR BERSAMA JARINGAN MASYARAKAT SIPIL JAWA TENGAH DAN SEJUMLAH AKTIVIS LINGKUNGAN ADAKAN PENANAMAN 1.200 MANGROVE

Siaran Pers



      Batang, Rabu 16 Desember 2021. Warga Roban Timur, Desa Sengon, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang bersama Jaringan Masyarakat Sipil Jawa Tengah diantaranya LBH Semarang, Salatiga Peduli, Greenpeace, Aliansi Batang Bergerak, Komunitas Perpustakaan Jalanan Bandar, Sejumlah Mahasiswa, dan aktivis lingkungan adakan gerakan menanam 1.200 mangrove di sekitar pantai Batang. Hal ini dilakukan melihat semakin parahnya abrasi yang terjadi di sekitar pantai Batang. 

       Tingkat abrasi di Pantai Utara Jawa, terutama di wilayah Jawa Tengah saban tahun semakin meningkat, hal ini berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh salah satu media, bahwa abrasi di Jawa Tengah mencapai 7.957 Hektar. Angka yang tentu sangat mencengangkan. Peningkatan abrasi seperti ini tentu bukan tanpa sebab, hal yang perlu digaris bawahi adalah meningkatkannya suhu bumi yang dipicu oleh aktivitas sejumlah pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi kotor batu bara. 

         Akibat dari aktivitas pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi kotor berupa batu bara mengakibatkan tingginya polusi, dari akumulasi polusi yang semakin banyak, yang terjadi adalah meningkatnya suhu bumi, dengan meningkatnya suhu bumi hal yang paling mendasar adalah mencairnya es di kutub utara maupun kutub selatan, dengan mencairnya lapisan es tersebut menyebabkan tingginya air laut, akibat tingginya air laut, maka yang terjadi adalah semakin masifnya abrasi. Dengan demikian, abrasi yang terjadi di Patai Utara Jawa, terutama di kawasan pantai Batang, salah satu penyebabnya yang paling mendasar adalah tingginya aktivitas pembakit listrik yang menggunakan sumber energi kotor berupa batu bara.



           Tingkat  tingginya abrasi di kawasan Pantai Batang juga disinyalir dengan adanya penahan ombak yang dipasang oleh PLTU Batang, akibatnya ombak menjadi beralih ke kawasan Pantai Batang sehingga membuat gelombang air laut semakin besar. 

          Berdirinya PLTU Batang hanya membuat nestapa masyarakat pesisir semakin bertambah. Selain abrasi, PLTU Batang memicu sempitnya kawasan tangkap nelayan dan berpotensi  merusakan laut. Megutip penyataan dari Pak Yudi (Ketua Rukun Nelayan Roban Timur) “_laut adalah sumber kehidupan, apabila laut rusak akibat adanya aktivitas distribusi batu bara dan polusi yang akan ditimbukan dari PLTU, maka matilah kita sebagai nelayan yang menjadikan laut sebagai sumber penghidupan_”. 

     Aktivitas menanam yang dilakukan oleh masyarakat dan jaringan masyarakat sipil Jawa Tengah mendapatkan respon dari Aparat Kepolisian yang berlebihan, pasalnya ketika masyrakat dan jaringan sedang melakukan penanaman, datang dua orang yang diduga sebagai aparat kepolisian yang memantau kegiatan tersebut, selain ada beberapa orang yang diduga sebagai orang-orang suruhan dari PLTU yang memantau kegiatan penanaman. Padahal aktivitas menanam ini dilakukan untuk mencegah tingkat abrasi yang semakin tinggi di Pantai Utara Jawa, khususnya di Pantai sekitar Batang.

     Komitmen negara untuk mengatasi krisis iklim dirasa tidak serius, pasalnya melihat RUPTL 2021-2030 pemerintah masih berambisi untuk menambah kapasitas sebesar 13,8 Gigawaat atau 43% dari total tambahan kapasitas pembangkit sebesar 40,5 Gigawatt atau setara 100%. Pidato Presiden Joko Widodo di KTT COP26 bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan aksi nyata untuk menekan pengurangan produksi emisi karbon dan mencegah kerusakan lingkungan dengan menekan deforstasi lahan, akan tetapi pernyataan tersebut dirasa hanya menjadi angin lalu yang pada faktanya sebagaimana yang tertera diatas. 

     Penanaman 1.200 Mangrove ini dijadikan sebagai ikhtiar bersama untuk melawan krisis iklim yang meyebabkan abrasi yang kian hari kian parah serta mengancam kehidupan masyarakat, kegiatan ini juga menjadi salah satu bentuk kritik masyarakat terhadap Pemerintah yang tidak serius untuk megatasi krisis iklim dengan terus menggenjot pembangunan PLTU yang mengancam laut sebagai sumber penghidupan nelayan. 


*Narabuhung*

085201221631 (Haryono Warga Roban Timur

081325931898 (Greenpeace)

089653054626 (LBH Semarang)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

HEBOH TAMBANG NIKEL DI RAJA AMPAT, BENARKAH INI WARISAN TURUN TEMURUN SEJAK ERA SOEHARTO?

  Raja Ampat, surga bahari kita, mendadak jadi sorotan karena kabar penambangan nikel. Pertanyaan besar pun muncul: benarkah ancaman ini adalah "warisan" lama dari era Orde Baru? Kisah ini memang rumit, melibatkan berbagai pihak, mulai dari aktivis lingkungan yang gigih, kebijakan pemerintah, sampai sejarah panjang konsesi tambang di negeri ini. Greenpeace , misalnya, jadi salah satu suara paling keras yang menyoroti dampak serius tambang nikel dan proses hilirisasinya di Raja Ampat, Papua. Menurut Kiki Taufik, Kepala Global Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, aktivitas tambang di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran itu sudah membabat lebih dari 500 hektare hutan. Dampaknya? Bisa merusak 75% terumbu karang dunia, berbagai jenis ikan, bahkan satwa khas Papua macam cendrawasih botak. Pastinya, ini juga mengancam sektor ekowisata yang jadi tumpuan utama pendapatan Raja Ampat. Tak heran, para aktivis Greenpeace sampai turun ke jalan di Indonesia Critical Minerals Conferenc...

WISUDA DI HALAMAN PARKIR, LANGKAH ADAPTIF UNIVERSITAS PEKALONGAN

Pekalongan (26/04/25) - Universitas Pekalongan menggelar acara wisuda Magister ke-3, Profesi ke-12, Sarjana ke-62, dan Diploma ke-26. Di tengah hiruk pikuk perayaan kelulusan sebuah pemandangan tak biasa tersaji di Universitas Pekalongan. Alih-alih ballroom hotel megah, halaman parkir kampus justru bertransformasi menjadi lokasi digelarnya prosesi wisuda. Sebuah pilihan yang mungkin menimbulkan tanya, namun dibalik kesederhanaannya tersembunyi sebuah langkah adaptif dan inovatif. Lantas, mengapa halaman parkir dianggap sebagai opsi yang masuk akal untuk momen kebanggaan ini? Pada wisuda kali ini, sejumlah 360 lulusan dari berbagai fakultas dan program studi diwisuda, meliputi: Fakultas Ekonomi Bisnis (S2 Manajemen: 9, S1 Manajemen: 79, S1 Akuntansi: 50), Fakultas Hukum (S2 Hukum: 1, S1 Ilmu Hukum: 106), Fakultas Perikanan (S1 Budidaya Perairan: 18), Fakultas Pertanian (S1 Agroteknologi: 13), Fakultas Ilmu Kesehatan (S1 Kesehatan Masyarakat: 6, S1 Ilmu Keperawatan: 4, Profesi Ners: 3...