Langsung ke konten utama

PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI UNIKAL : POLEMIK MEMPERTAHANKAN NAMA BAIK KAMPUS DAN UPAYA MEWUJUDKAN KAMPUS AMAN

 


          Kasus kekerasan seksual dengan temuan kamera tersembunyi yang terjadi pada tanggal 18 Juli lalu membuat polemik baru di Universitas Pekalongan. Sampai saat ini belum ada informasi terbaru dari pihak Satgas PPKS mengenai kasus tersebut.  Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan seksual di lingkungan pendidikan antara tahun 2015-2021 paling banyak terjadi di Perguruan Tinggi. Ada sebanyak 35 laporan kekerasan seksual di perguruan tinggi yang masuk ke Komnas Perempuan dalam periode tersebut.

            Bagi para korban kekerasan seksual, terkadang mereka mengalami adanya dampak sosial yang dirasakan akibat apa yang terjadi pada diri korban, mulai dari segi psikologis sampai trauma yang cukup parah karena tindakan kekerasan seksual tersebut.

            Pada posisi kasus ini, kondisi psikologis korban kekerasan seksual tidak bisa diabaikan karena mental setiap orang yang mengalami hal itu sangat perlu diperhatikan. Mengingat kasus ini terjadi di lingkungan kampus yang seharusnya dapat ditindaklanjuti, terutama mental psikologis bagi korban yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat.

            Ditinjau dari segi sosial akibatnya korban akan sulit mempercayai orang-orang yang berada disekitarnya dan merasa tidak aman karena korban akan sering berasumsi bahwa orang-orang disekitarnya mungkin saja bisa melecehkannya kapan saja dan dimana saja. disamping itu, korban juga akan mulai mengasingkan diri karena malu akan harga dirinya yang sudah diinjak-injak oleh pelaku yang melecehkannya.

            Sementara itu, dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, Perguruan tinggi wajib melaksanakan ketentuan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.

            Sanksi untuk Perguruan Tinggi yang tidak melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual diatur dalam Pasal 19 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang berbunyi Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa : penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi dan/atau Penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi”.

            Pihak Satgas PPKS Universitas Pekalongan belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait sanksi yang diberikan untuk pelaku kekerasan seksual berbasis elektronik. Namun, menurut Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Pasal 13 ayat (1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, dilakukan dalam hal pelaku terbukti melakukan Kekerasan Seksual, Ayat (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi berdasarkan rekomendasi Satuan Tugas.

            Selain itu, mengenai pengenaan sanksi Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik juga diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2022 Pasal 14 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dengan adanya sanksi yang diatur dalam undang-undang di atas, jika korban belum merasa adil terhadap sanksi administratif yang diberikan oleh pihak perguruan tinggi, maka korban berhak untuk melanjutkan atau membawa kasus ini ke pihak yang berwajib.

            Pada dasarnya, kasus kekerasan seksual bukanlah kasus yang ringan. Pada survei tahun 2020 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan sebanyak 77% dosen mengakui bahwa di kampusnya telah terjadi kekerasan seksual dan sebanyak 63% kasus pelecehan seksual di kampus tidak pernah dilaporkan. Di dalam dunia Pendidikan Tinggi, menjaga nama baik kampus adalah suatu hal yang sangat penting. Salah satu aspek yang seringkali menjadi perdebatan adalah bagaimana kampus dapat menjaga reputasinya, bahkan jika itu berarti menolak memberikan keterangan tertentu.

            Sebagai contoh, terkadang seorang dosen harus memberikan penolakan saat dimintai keterangan dengan alasan untuk menjaga nama baik kampus. Begitu pun informasi yang kami dapatkan, bahwa salah satu dosen fakultas terkait tidak berkenan saat tim kami meminta keterangan, beliau hanya meminta agar hal ini tidak menjadi konsumsi publik dan menunggu tindakan dari Satgas PPKS.

            Jika kasus kekerasan seksual ini malah dianggap bernilai buruk pada reputasi sebuah perguruan tinggi, berarti kampus sudah menyalahgunakan posisi mereka sebagai penjamin kenyamanan dan keamanan bagi seluruh warga kampus. Padahal kasus kekerasan seksual itu sangat merugikan korban, tetapi pihak kampus dinilai lamban dalam menyelesaikan kasus ini.

            Saat acara puncak diesnatalis ke-42 Unikal pada tanggal 9 September 2023 kemarin, kami meminta keterangan dari pihak Rektor terkait kasus kekerasan seksual ini dan dari pihak Rektor sendiri memberi tanggapan untuk menyerahkan atau memberi kepercayaan kasus ini kepada pihak Satgas PPKS karena semua ada mekanisme dan Rektor masih menunggu laporan dari Satgas terkait tindakan lanjutan.

            Padahal jika kampus Unikal bisa menangani kasus kekerasan seksual dengan baik, justru dapat menimbulkan dampak yang positif bagi kampus. Unikal dapat dinilai responsif terhadap tindakan kekerasan seksual, ketimbang bungkam dan menutupi kasus kekerasan yang terjadi saat ini.

 

Penulis : Tim Redaksi LPM Suaka

 

Sumber :

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan     Seksual;

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun  2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi;

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sanksi Kampus Yang Tidak Melaksanakan Permendikbud Nomor 30. https://fahum.umsu.ac.id/sanksi-kampus-yang-tidak-melaksanakan-permendikbud-nomor-30/ (2021);

FANDIA RAMDHANI SISWOYO. Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus. kumparan.com https://m.kumparan.com/amp/fandia-ramdhani-siswoyo/maraknya-kasus-pelecehan-seksual-di-lingkungan-kampus-1zSI83cRTUX (2022);

Makarim,  dr. F. R. Bentuk Pelecehan Seksual yang Perlu Diketahui. halodoc.com https://www.halodoc.com/artikel/bentuk-pelecehan-seksual-yang-perlu-diketahui (2023);

 Sulistyaningsih, E. & Faturochman. Buletin Psikologi, Tahun X, No. 1, Juni 2002, 9-23. Bul. Psikol. 9–23 (2002);

Anugrah Andriansyah. Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan, Paling Tinggi di Universitas. voaindonesia.com https://www.voaindonesia.com/a/komnas-perempuan-kasus-kekerasan-seksual-di-lingkungan-pendidikan-paling-tinggi-di-universitas/6525659.html (2022);


Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

REBUT KEDAULATAN RAKYAT: BURUH DAN MAHASISWA BERSATU DI MONUMEN DJOEANG PEKALONGAN

  Pekalongan (01/05/2025) - Puluhan massa dari berbagai elemen buruh dan mahasiswa memadati kawasan Monumen Djoeang Pekalongan pada Kamis (1/5) dalam aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day. Mengangkat tema “Rebut Kedaulatan Rakyat di Bawah Kepemimpinan Kelas Pekerja” , aksi ini menjadi penegas solidaritas antara gerakan buruh dan mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan sosial. Forum Kolektif Unikal Bersama Buruh yang terdiri dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), GMNI, PMII, SMI, IMM, dan Aksi Kamisan Pekalongan Raya turut hadir dalam barisan. Massa mengenakan pakaian serba hitam, simbol perlawanan terhadap ketidakadilan struktural yang masih menindas kelas pekerja. Dalam orasi-orasi yang disampaikan, massa menyuarakan lima tuntutan utama: pencabutan UU Cipta Kerja, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing , jaminan kesejahteraan dan pendidikan gratis, serta penanganan serius atas persoalan sampah yang kian masif. “Kami para buruh dari zam...

WISUDA DI HALAMAN PARKIR, LANGKAH ADAPTIF UNIVERSITAS PEKALONGAN

Pekalongan (26/04/25) - Universitas Pekalongan menggelar acara wisuda Magister ke-3, Profesi ke-12, Sarjana ke-62, dan Diploma ke-26. Di tengah hiruk pikuk perayaan kelulusan sebuah pemandangan tak biasa tersaji di Universitas Pekalongan. Alih-alih ballroom hotel megah, halaman parkir kampus justru bertransformasi menjadi lokasi digelarnya prosesi wisuda. Sebuah pilihan yang mungkin menimbulkan tanya, namun dibalik kesederhanaannya tersembunyi sebuah langkah adaptif dan inovatif. Lantas, mengapa halaman parkir dianggap sebagai opsi yang masuk akal untuk momen kebanggaan ini? Pada wisuda kali ini, sejumlah 360 lulusan dari berbagai fakultas dan program studi diwisuda, meliputi: Fakultas Ekonomi Bisnis (S2 Manajemen: 9, S1 Manajemen: 79, S1 Akuntansi: 50), Fakultas Hukum (S2 Hukum: 1, S1 Ilmu Hukum: 106), Fakultas Perikanan (S1 Budidaya Perairan: 18), Fakultas Pertanian (S1 Agroteknologi: 13), Fakultas Ilmu Kesehatan (S1 Kesehatan Masyarakat: 6, S1 Ilmu Keperawatan: 4, Profesi Ners: 3...