Langsung ke konten utama

PENANGANAN KASUS PPKS CENDERUNG LAMBAT, PERLU ADANYA EVALUASI DARI REKTORAT

 

Seperti yang kita ketahui kasus kekerasan seksual berbasis elektronik di Universitas Pekalongan (Unikal) tak kunjung memberikan hasil keputusan. Sementara Rektor Unikal sudah mempercayai satgas PPKS sepenuhnya untuk penanganan kasus ini yang telah diungkapkannya saat wawancara pada tanggal 9 September 2023. Maka jika dilihat kinerja Satgas PPKS dalam penanganan kasus ini sangatlah lambat dan tidak kunjung memberikan hasil. Bahkan kasus yang sudah tergolong tindak pidana kekerasan seksual ini sudah semestinya menjadi evaluasi bagi Satgas PPKS.

Merujuk Pasal 10 Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 Tentang PPKS, Perguruan Tinggi wajib melakukan Penanganan Kekerasan Seksual melalui: a. pendampingan; b. pelindungan; c. pengenaan sanksi administratif; dan d. pemulihan Korban. Maka sudah seharusnya Satgas PPKS Unikal berkewajiban dalam melakukan penanganan yang dimaksud pada aturan tersebut.

Dilansir melalui pusdatin.kemdikbud.go.id, Mendikbudristek juga menegaskan, “Terkait dengan pelindungan di sini, meliputi jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan, penyediaan rumah aman, serta korban atau saksi bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang diberikan”.

Seperti yang diketahui bahwa kasus kekerasan seksual dengan merekam atau mengambil video yang bermuatan seksual bukanlah hal yang sepele karena hal tersebut sudah diatur dalam sanksi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual berbasis elektronik nomor 12 tahun 2022 pasal 14 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Maka dengan adanya sanksi dalam Undang-Undang tersebut, jika korban tidak puas terhadap sanksi administratif yang diberikan pihak kampus terhadap pelaku maka korban berhak menindaklanjuti kasus ini ke pihak yang berwajib.

Kasus ini sudah seharusnya dikawal hingga pelaku tertangkap, sehingga pelaku mendapatkan hukuman yang jera agar tidak mengulangi kesalahannya lagi dan mengakui kesalahannya bahwa yang dilakukannya adalah tindakan yang tidak baik. dengan adanya kasus ini berimbas terhadap proses pembelajaran di kampus yang menjadi terhambat dan menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman saat proses pembelajaran dikampus. jika pelaku tidak segera ditangkap, maka memungkinkan pelaku akan melakukan aksinya yang lebih parah lagi.
 
Jika pelaku tetap dibebaskan hanya dengan sanksi ringan, maka menimbulkan keresahan bagi warga kampus, tidak memungkinkan bahwa pelaku akan mengulangi aksinya lagi yang jauh lebih parah. Pelaku perlu dijerat dengan hukuman yang berat karena telah menyalahi penggunaan barang elektronik, merusak privasi orang lain dan melakukan kekerasan seksual terhadap korban. Meskipun bukti sudah kuat dengan adanya beberapa video dikamera pelaku, pihak kampus seharusnya bisa menghukum pelaku dengan sanksi berat, terlebih lagi kasus sudah lama ditangani oleh satgas PPKS, demi menciptakan kampus yang nyaman dan aman, dan terhindar dari hal-hal yang buruk, seharusnya kampus dapat lebih responsif terhadap segala tindakan kejahatan saat dikampus.

Maka sudah saatnya Rektorat mengevaluasi kinerja Satgas PPKS Unikal karena melihat posisi kasus yang sudah merugikan korban dan butuh dampingan pihak berwajib agar ditangani secara tuntas. Jumlah video yang ditemukan di kamera tersebut juga terbilang banyak, maka diperkirakan korban bukan hanya satu atau dua orang saja.

Berkaca pada kasus kekerasan seksual yang terjadi di Unikal, maka dapat kita lihat bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di kampus cukup kompleks, tidak hanya terkait dengan aturan mekanisme pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual saja, tetapi juga dengan sistem birokrasi dan kualitas sumber daya manusia yang ada.

Tentunya berdasarkan hal tersebut sudah selayaknya bagi pihak kampus yakni Rektorat Universitas Pekalongan untuk segera meninjau apakah kategori–kategori tersebut sudah berjalan dengan baik, ataukah ada yang belum terlaksana dengan semestinya. Apabila memang belum berjalan sesuai dengan hal tersebut, maka tidak ada salahnya jika Rektorat Unikal memberikan sedikit sentilan bagi PPKS UNIKAL mengingat belum adanya keputusan yang diberikan terhadap pelaku yang sebenarnya kasus ini sudah termasuk tindak pidana sesuai dengan Undang–Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Di dalamnya diatur mengenai Kekerasan seksual berbasis elektronik yakni perbuatan yang tanpa hak melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar.

Penulis : Tim Redaksi LPM Suaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH ESAI: Membangun Media yang Memanusiakan Manusia

     Penulis: Diki Mardiansyah (Juara 3 Lomba Esai Festival Jurnalistik LPM Suaka UNIKAL 2021)      Media semakin tidak memegang etika jurnalistik dan menuju keadaan yang semakin mengkhawatirkan. Banyak malpraktik di industri media. Profesi wartawan banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak jelas, hanya untuk mencari keuntungan pribadi semata. Baik dengan mencari “amplop”, memeras, clickbait, membuat media “abal-abal” yang tujuannya hanya mencari uang, atau menjadikan media memuat berita yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan      Hal itu, saya kira, menjadi pelanggaran kode etik yang sangat serius dan semakin menggejala. Dengan dilanggarnya kode etik jurnalistik itu, implikasinya adalah media tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan karena membuat berita yang tidak berkualitas dan bermutu. Padahal, media menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan adalah nilai universal yang dapat men...

REBUT KEDAULATAN RAKYAT: BURUH DAN MAHASISWA BERSATU DI MONUMEN DJOEANG PEKALONGAN

  Pekalongan (01/05/2025) - Puluhan massa dari berbagai elemen buruh dan mahasiswa memadati kawasan Monumen Djoeang Pekalongan pada Kamis (1/5) dalam aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day. Mengangkat tema “Rebut Kedaulatan Rakyat di Bawah Kepemimpinan Kelas Pekerja” , aksi ini menjadi penegas solidaritas antara gerakan buruh dan mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan sosial. Forum Kolektif Unikal Bersama Buruh yang terdiri dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), GMNI, PMII, SMI, IMM, dan Aksi Kamisan Pekalongan Raya turut hadir dalam barisan. Massa mengenakan pakaian serba hitam, simbol perlawanan terhadap ketidakadilan struktural yang masih menindas kelas pekerja. Dalam orasi-orasi yang disampaikan, massa menyuarakan lima tuntutan utama: pencabutan UU Cipta Kerja, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing , jaminan kesejahteraan dan pendidikan gratis, serta penanganan serius atas persoalan sampah yang kian masif. “Kami para buruh dari zam...

WISUDA DI HALAMAN PARKIR, LANGKAH ADAPTIF UNIVERSITAS PEKALONGAN

Pekalongan (26/04/25) - Universitas Pekalongan menggelar acara wisuda Magister ke-3, Profesi ke-12, Sarjana ke-62, dan Diploma ke-26. Di tengah hiruk pikuk perayaan kelulusan sebuah pemandangan tak biasa tersaji di Universitas Pekalongan. Alih-alih ballroom hotel megah, halaman parkir kampus justru bertransformasi menjadi lokasi digelarnya prosesi wisuda. Sebuah pilihan yang mungkin menimbulkan tanya, namun dibalik kesederhanaannya tersembunyi sebuah langkah adaptif dan inovatif. Lantas, mengapa halaman parkir dianggap sebagai opsi yang masuk akal untuk momen kebanggaan ini? Pada wisuda kali ini, sejumlah 360 lulusan dari berbagai fakultas dan program studi diwisuda, meliputi: Fakultas Ekonomi Bisnis (S2 Manajemen: 9, S1 Manajemen: 79, S1 Akuntansi: 50), Fakultas Hukum (S2 Hukum: 1, S1 Ilmu Hukum: 106), Fakultas Perikanan (S1 Budidaya Perairan: 18), Fakultas Pertanian (S1 Agroteknologi: 13), Fakultas Ilmu Kesehatan (S1 Kesehatan Masyarakat: 6, S1 Ilmu Keperawatan: 4, Profesi Ners: 3...